SURYAMALANG.COM, LUMAJANG - Kabut mulai reda ketika ratusan relawan yang mengenakan kaus berwarna biru langit berkumpul di lapangan desa Ranu Pani, Senduro Lumajang, Sabtu (30/4/2016).
Para warga desa ikut hadir dalam hajatan Peresmian Kegiatan Jambore Sapu Gunung 2016 yang dipusatkan di lapangan tepi danau Ranu Pani di kaki gunung Semeru itu.
Pagi itu diharapkan jadi tonggak baru penerapan budaya sadar pengelolaan sampah bagi masyarakat, khususnya bagi para pendaki gunung.
Rangkaian acara seremonial dimulai dari panjatan doa secara adat warga sekitar, ikrar Kode Etik Pecinta Alam dan pelepasan burung dan penanaman pohon endemik Ranu Pani.
Aktivitas bersih-bersih sampah mulai dilakukan para relawan yang hadir saat itu.
Tapi aktivitas pembersihan sampah di kawasan gunung Semeru itu hanya awal.
Aksi lebih besar akan berlangsung mulai Minggu (1/5/2016) ketika 446 relawan pendaki dari berbagai komunitas dan organisasi pecinta alam akan memunguti sampah di sepanjang jalur pendakian gunung tertinggi di Jawa itu.
Para relawan pendaki itu bukan hanya datang dari Jatim, tapi
banyak juga yang datang langsung dari Jakarta dan Jabar seiring
pembukaan kembali jalur pendakian salah satu gunung favorit itu.
“Lima tahun ini minat kegiatan pecinta alam dan pendakian gunung sangat tinggi. Hanya sayangnya mereka kebanyakan lupa membawa pulang sampahny,” ujar Syaiful Rochman, CEO Greeners, koordinator kegiatan Sapu Gunung.
Apa yang disampaikan Syaiful itu merupakan kenyataan yang harus segera diubah.
Kegiatan Sapu Gunung yang merupakan gerakan nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mulai dibuat terobosan.
Aturan dan pengawasan bagi para pendaki untuk membawa semua sampahnya sendiri akan makin ditingkatkan seiring mengembangkan kesadaran para pendaki.
Di sisi lain akan dilakukan pendampingan dan penerapan pengolahan sampah bagi aktivis dan warga desa di Ranu Pani.
Upaya penanganan sampah di jalur pendakian dan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini merupakan pilot project yang diharapkan berhasil.
“Lima tahun ini minat kegiatan pecinta alam dan pendakian gunung sangat tinggi. Hanya sayangnya mereka kebanyakan lupa membawa pulang sampahny,” ujar Syaiful Rochman, CEO Greeners, koordinator kegiatan Sapu Gunung.
Apa yang disampaikan Syaiful itu merupakan kenyataan yang harus segera diubah.
Kegiatan Sapu Gunung yang merupakan gerakan nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mulai dibuat terobosan.
Aturan dan pengawasan bagi para pendaki untuk membawa semua sampahnya sendiri akan makin ditingkatkan seiring mengembangkan kesadaran para pendaki.
Di sisi lain akan dilakukan pendampingan dan penerapan pengolahan sampah bagi aktivis dan warga desa di Ranu Pani.
Upaya penanganan sampah di jalur pendakian dan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini merupakan pilot project yang diharapkan berhasil.
Maklum, sebagai salah satu gunung berapi yang menjadi incaran
banyak pendaki, kondisi keberadaan sampah di sepanjang jalur pendakian
Semeru bisa dibilang menjijikkan.
Sahabat Voulenter Semeru (Saver), organisasi pemerhati lingkungan yang memantau kondisi di kawasan Semeru, mencatat tumpukan sampah yang dikumpulkan di sepanjang musim pendakian cukup fantastis.
Saver mencatat di tahun 2014 jumlah sampah selama satu musim pendakian, delapan bulan sebanyak 18 truk sampah.
Di tahun 2015, jumlah sampah per satu musim pendakian mencapai 38 truk.
“Sampah 38 truk itu merupakan sampah yang kami nyatakan tidak bisa diolah karena keterbatasan SDM dan dikirim ke TPA Paras Poncokusumo Malang. Sedangkan selama semusim pendakian tahun lalu ada 8 truk sampah yang memiliki nilai jual,” ujar Cahyo, Koordinator Saver, Minggu (30/4/2016).
Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KHLK, Tuti Hendrawati Mintarsih yang hadir mewakili Menteri LHK di peresmian Jambore Sapu Gunung juga membuka data sampah dari survei yang dilakukan mulai 11-24 April 2016.
Ia menyebut hasil survei di 8 destinasi Taman Nasional di Indonesia menunjukkan terdapat 453 ton sampah dihasilkan oleh 150.688 orang pendaki atau pengunjung setiap tahunnya atau sampah yang dihasilkan sekitar 3 kg per pengunjung.
Sahabat Voulenter Semeru (Saver), organisasi pemerhati lingkungan yang memantau kondisi di kawasan Semeru, mencatat tumpukan sampah yang dikumpulkan di sepanjang musim pendakian cukup fantastis.
Saver mencatat di tahun 2014 jumlah sampah selama satu musim pendakian, delapan bulan sebanyak 18 truk sampah.
Di tahun 2015, jumlah sampah per satu musim pendakian mencapai 38 truk.
“Sampah 38 truk itu merupakan sampah yang kami nyatakan tidak bisa diolah karena keterbatasan SDM dan dikirim ke TPA Paras Poncokusumo Malang. Sedangkan selama semusim pendakian tahun lalu ada 8 truk sampah yang memiliki nilai jual,” ujar Cahyo, Koordinator Saver, Minggu (30/4/2016).
Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KHLK, Tuti Hendrawati Mintarsih yang hadir mewakili Menteri LHK di peresmian Jambore Sapu Gunung juga membuka data sampah dari survei yang dilakukan mulai 11-24 April 2016.
Ia menyebut hasil survei di 8 destinasi Taman Nasional di Indonesia menunjukkan terdapat 453 ton sampah dihasilkan oleh 150.688 orang pendaki atau pengunjung setiap tahunnya atau sampah yang dihasilkan sekitar 3 kg per pengunjung.
Sekitar 53 persen (250 ton lebih) merupakan sampah plastik.
Survei itu dilaksanakan di delapan destinasi yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasional Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Merbabu, Taman Nasional Gunung Merapi, Gunung Sindoro, Gunung Argopuro, dan Gunung Prau.
“Saya setuju diberlakukan punish and reward. Pendaki harus mencatat barang bawaanya yang harus dibawa kembali meskipun dalam bentuk sampah. Bagi pendaki yang turun sambil mengambil sampah-sampah lain di perjalanan bisa diberi reward, bisa diberi kaus atau yang lain. Yang melanggar beri sanksi,” tegas Tuti.
Tuti berjanji dalam penyusunan anggaran tahun depan, akan dimasukkan anggaran khusus untuk program pengelolaan sampah.
Tuti yang diampingi Bupati Lumajang, As’at berharap program-program pengelolaan itu bisa saling bersinergi antara pemerintah, masyarakat dan komunitas-komunitas terkait.
Sumber:
http://suryamalang.tribunnews.com
Penulis: Dyan Rekohadi Survei itu dilaksanakan di delapan destinasi yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasional Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Merbabu, Taman Nasional Gunung Merapi, Gunung Sindoro, Gunung Argopuro, dan Gunung Prau.
“Saya setuju diberlakukan punish and reward. Pendaki harus mencatat barang bawaanya yang harus dibawa kembali meskipun dalam bentuk sampah. Bagi pendaki yang turun sambil mengambil sampah-sampah lain di perjalanan bisa diberi reward, bisa diberi kaus atau yang lain. Yang melanggar beri sanksi,” tegas Tuti.
Tuti berjanji dalam penyusunan anggaran tahun depan, akan dimasukkan anggaran khusus untuk program pengelolaan sampah.
Tuti yang diampingi Bupati Lumajang, As’at berharap program-program pengelolaan itu bisa saling bersinergi antara pemerintah, masyarakat dan komunitas-komunitas terkait.
Sumber:
http://suryamalang.tribunnews.com
Editor: musahadah